Senyawa hidrokarbon dan minyak bumi

A. Peta Konsep Hidrokarbon

B. Pengertian Hidrokarbon

Senyawa hidrokarbon adalah senyawa yang terdiri atas hidrogen dan karbon. Pembakaran sempurna hidrokarbon menghasilkan uap air (H2O) dan karbon dioksida (CO2). Pembakaran tidak sempurna hidrokarbon menghasilkan uap air (H2O), karbon dioksida (CO2), dan karbon monoksida (CO). Senyawa hidrokarbon dapat mempunyai ikatan tunggal, rangkap, dan rangkap tiga. Ditinjau dari rantainya, senyawa hidrokarbon dapat berupa senyawa alifatik dengan ujung rantai karbon terbuka atau tertutup, serta senyawa aromatik yaitu benzena dan turunannya.

Untuk mengetahui adanya unsur karbon dalam senyawa hidrokarbon dapat dilakukan suatu percobaan sederhana. Misalnya, pada pembakaran kayu, kertas, ikan atau gula diperoleh zat yang berwarna hitam. Zat yang berwarna hitam tersebut adalah karbon atau arang. Selain itu untuk membuktikan suatu zat mengandung unsur hidrogen dan oksigen yaitu bila suatu zat yang mengandung unsur H dan O akan mengasilkan uap air (H2O) saat pembakaran dengan dibuktikan melalui kertas tembaga (II) sulfat yang direaksikan dengan (H2O) akan berubah warna yang semula biru menjadi merah muda.

C. Penggolongan Hidrokarbon

  1. Berdasarkan Kekhasan Atom Karbon

Atom karbon memiliki empat elektron pada kulit terluarnya, sehingga untuk mencapai susunan elektron yang stabil seperti susunan elektron gas mulia memerlukan empat elektron lagi. Dengan demikian, setiap atom karbon dapat membentuk empat ikatan kovalen dengan atom lain. Yang merupakan kekhasan atom karbon adalah kemampuan atom karbon ini untuk berikatan dengan atom karbon lainnya.

Kemampuan karbon mengikat atom karbon lain menyebabkan atom karbon mempunyai 4 macam kedudukan yaitu sebagai berikut:

  • Atom C primer adalah atom C yang mengikat satu atom C lainnya.
  • Atom C sekunder adalah atom C yang mengikat dua atom C lainnya.
  • Atom C tersier adalah atom C yang mengikat tiga atom C lainnya.
  • Atom C kuarterner adalah atom C yang mengikat empat atom C lainnya.

Contoh :

Keterangan:

p   : atom C primer

s    : atom C sekunder

t    : atom C tersier

k    : atom C kuartener[1]

2. Berdasarkan Kejenuhan Ikatannya

  • Hidrokarbon jenuh adalah senyawa hidrokarbon yang antar atom C-nya mempunyai ikatan tunggal. Contohnya golongan alkana.
  • Hidrokarbon tak jenuh adalah senyawa hidrokarbon yang antar atom C-nya mempunyai ikatan rangkap (baik ikatan rangkap 2 atau 3). Contohnya golongan alkena dan alkuna.[2]

D. Alkana (CnH2n+n)

Sistem tata nama IUPAC didasarkan pada gagasan bahwa struktur sebuah senyawa organik dapat digunakan untuk menurunkan namanya dan sebaliknya, bahwa suatu struktur yang unik dapat digambar untuk tiap nama. Dasar sistem IUPAC adalah nama alkana rantai lurus.[3]

Alkana adalah senyawa hidrokarbon yang mempunyai ikatan jenuh yaitu ikatan tunggal antar atom C.

CH4     : metana           C6H14   : heksana

C2H6    : etana              C7H16 : heptana

C3H8    : propana         C8H18   : oktana

C4H10   : butana           C9H20   : nonana

C5H12   : pentana          C10H22 : dekana

1. Penamaan Alkana

  • Memilih rantai induk yaitu rantai yang terpanjang dan penomoran dari salah satu ujung yang paling dekat cabang (bila ada) sehingga posisi cabang mendapat nomor terkecil.
  • Penamaan cabang disesuaikan dengan abjad dan bila cabang lebih dari satu maka di depan cabang diberi awalan (di, tri, tetra, penta, dan seterusnya) sesuai dengan jumlah cabang.
  • Antara angka dengan angka dipisahkan tanda koma (,) dan antara angka dengan huruf dipisahkan dengan tanda strip (-)
  • Isomer

2. Isomer adalah senyawa yang mempunyai rumus molekul sama tetapi rumus strukturnya berbeda.

3. Sifat-sifat Alkana

  • Sifat fisik alkana

Makin panjang rantai karbonnya maka makin tinggi titik leleh dan titik didihnya. Pada suhu kamar C1 – C4 berwujud gas, C5 – C17 berwujud cair, dan C18 – ke atas berwujud padat.

  • Sifat kimia alkana bereaksi sehingga disebut parafin yang berarti afinitas kecil. Beberapa reaksi penting alkana sebagai berikut.

– Pembakaran / oksidasi

Pembakaran sempurna menghasilkan CO2 dan H2O.

C3H8 (g) + 5O2 (g)          →         3CO2 (g) +4H2O (l)

– Substitusi/pergantian

Pergantian satu/lebih atom H dengan atom atau gugus atom lain. CH4 (g) + Cl2 (g)      →       CH3Cl (g) + HCl (g)

– Pengrekahan / cracking

Pemutusan rantai panjang menjadi rantai-rantai kecil.

C14H30                  C7H16                  C7H14

Tetradekana         heptana                heptena

4. Kegunaan Alkana

  • Bahan bakar, contohnya elpiji, bensin, solar, dan kerosin
  • Pelumas, digunakan untuk rantai kendaraan bermotor
  • Bahan baku industri, misalnya pabrik plastik, detergen, karet sintesis, obat gosok, dan sebagainya.

E. Alkena (CnH2n)

Alkena adalah senyawa hidrokarbon yang mempunyai ikatan tak jenuh yaitu satu ikatan rangkap 2 antar atom C.[4] Dalam tata nama IUPAC, ketidakjenuhan karbon-karbon selalu ditandai oleh suatu perubahan dalam akhiran (dari) nama induk itu. Nama umum bagi hidrokarbon dengan sebuah ikatan rangkap ialah alkena.[5]

C2H4         : etena              C7H14   : heptena

C3H6         : propena         C8H116 : oktena

C4H8         : butena           C9H18   : nonena

C5H10        : pentena          C10H20 : dekena

C6H12        : heksena

1. Penamaan Alkena

  • Memilih rantai induk, yaitu rantai terpanjang yang mengandung ikatan rangkap dan penomoran dimulai dari salah satu ujung sehingga ikatan rangkap mendapat nomor terkecil. Letak ikatan rangkap diberi nomor.
  • Penamaan cabang disesuaikan dengan abjad dan bila cabang lebih dari satu maka didepan cabang diberi awalan (di, tri, tetra, penta, dan seterusnya) sesuai dengan jumlah cabang.
  • Antara angka dengan angka dipisahkan tanda koma (,) dan antara angka dengan huruf dipisahkan dengan tanda strip (-)

2. Isomer

Alkena mempunyai beberapa isomer sebagai berikut.

  • Isomer rantai atau kerangka, yaitu isomer yang disebabkan adanya perbedaan kerangka atom karbonnya.
  • Isomer posisi, yaitu isomer yang disebabkan karena adanya perbedaan posisi rangkap.
  • Isomer geometri (cis-trans), yaitu isomer yang terjadi karena perbedaan letak bidang yang terdapat pada gugus yang sama. Cis jika gugus yang sama terletak pada posisi yang sama (lurus) dan trans jika posisi gugus yang sama letaknya berseberangan.

3. Sifat-sifat alkena

  • Sifat fisik alkena

Semakin panjang rantai karbonnya maka titik didihnya/ lelehnya makin besar

  • Sifat kimia alkena

– Adisi

Adisi adalah reaksi pengubahan ikatan rangkap (tak jenuh) menjadi ikatan tunggal (jenuh) dengan cara mengikat atom atau gugus atom dari luar.

– Pembakaran

Pembakaran sempurna alkena menghasilkan CO2 dan H2O.

– Polimerisasi

Polimerisasi adalah penggabungan molekul-molekul sederhana menjadi molekul besar.

  • Kegunaan Alkena

Alkena banyak digunakan untuk pembuatan karet sintesis, plastik, dan alkohol.

F. Alkuna (CnH2n-2)

Alkuna adalah senyawa hidrokarbon yang mempunyai ikatan tak jenuh, yatu rangkap 3 antar atom C.

C2H2    : etuna             C7H12   : heptuna

C3H4    : propuna         C8H114 : oktuna

C4H6    : butuna           C9H16   : nonuna

C5H8    : pentuna         C10H18 : dekuna

C6H10   : heksuna

1. Penamaan Alkuna

Penamaan alkuna mirip dengan alkena.

2. Isomer

Pada alkuna terdapat isomer rantai, isomer posisi dan isomer geometri.

3. Sifat-sifat Alkuna

Sifat alkuna mirip dengan alkena. Alkuna membutuhkan pereaksi lebih banyak dibandingkan dengan alkena untuk memutuskan ikatan rangkapnya.

4. Kegunaan Alkuna

Alkuna banyak digunakan untuk pembuatan bahan-bahan sintetis seperti plastik. Senyawa alkuna yang sering digunakan adalah etuna atau asetilena (C2H2) untuk mengelas besi dan baja.[6]

Untuk menunjukkan adanya ikatan rangkap pada alkena dan alkuna digunakan pereaksi air bromin atau Br2. Air bromin yang berwarna coklat menjadi tidak berwarna, disebabkan terjadi reaksi sebagai berikut:

Untuk memahami materi hidrokarbon, silahkan simak video berikut:

Daftar Pustaka

[1] Nani Kartini, dkk.  Sains Kimia 1, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h. 179

[2]  Agus Kamaludin, Cara Cepat Kuasai Konsep Kimia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h.  88

[3]  Fessenden,  Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 1, (Jakarta: Erlangga, 1982), h. 89

[4] Agus Kamaludin, Op. Cit, h. 90

[5] Fessenden, Op. Cit, h. 95

[6] Agus Kamaludin, Op. Cit, h. 91